Menapak tilas berdirinya Perguruan TS ini senantiasa erat hubungannya dengan keberadaan Guru Besar atau bapak Pembina. Sejarah terbentuknya Perguruan TS tidaklah terlepas dari perjalanan dan pengalaman hidup Pembina dalam menggeluti dan menempa diri ilmu-ilmu beladiri, baik ilmu beladiri fisik maupun beladiri non fisik. Berkat pengalaman dan penguasaan ilmu yang didapat itulah menjadikan beliau sebagai seorang Guru Besar yang berwibawa dan kharismatik di mata murid-muridnya.
Menurut penjelasannya, sejak kecil Pembina telah malang melintang menggeluti dan mempelajari berbagai macam ilmu beladiri diantaranya adalah perguruan Budi Suci , Lemkari (karate), “ Karomah “ , ilmu-ilmu Kanuragan dan lain sebagainya dari berbagai daerah di tanah air. Pada suatu kesempatan, Pembina pernah pula menyerap ilmu beladiri kepada keturunan ke – 9 dari “ Joko Tingkir “ (Sultan Hadiwidjojo, raja Pajang). Peranan paman dan kakek Pembina dari Sumenep – Madura yang masih ada kaitan kerabat dengan “Bujuk Lanjeng“, “Bujuk Lampek“, “Bujuk Mahe“ dan Bindhere Saod, sangat membantu dalam memantapkan serta mewarnai keilmuannya. Dari kakeknya inilah Pembina dididik dan di bina sejak kecil. Ilmu-ilmu yang telah dikuasainya diramu, dipadu, di uji cobakan dan dikembangkan terus dengan tekun serta di ikuti dengan permohonan ( do’a ) kepada Allah SWT, maka terciptalah / lahirlah suatu ilmu beladiri yang mempunyai karakteristik (kekhususan) tersendiri. Ilmu beladiri tersebut merupakan “ Ilmu Seni Beladiri Do’a “ yang didalamnya terkandung perpaduan yang solid dari
beberapa unsur, yaitu Kemampuan, Pengetahuan, Sugesti dan Etika (Akhlaqul Karimah) yang membentuk suatu kekuatan / tenaga yang utuh dan sempurna. Ternyata ilmu seni beladiri do’a tersebut memiliki keunggulan tersendiri yang bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Untuk lebih memantapkan dan menyempurnakan ke-ilmuannya, Pembina mengkonsultasikan ilmu seni beladiri do’a tersebut kepada salah seorang gurunya ( ahli ma’rifat ) dari Ledokombo yaitu K.H.Misra’i. Berkat saran guru K.H.Misra’i itu pula, maka Pembina hijrah ke Madura dan mulai mengembangkan ilmu beladiri do’a tersebut.
Pembina pertama kali mengajarkan dan menularkan ilmu seni beladiri do’a tersebut hanya di lingkungan keluarga dan kerabat dekatnya. Tetapi melihat dampak positif dan manfaat yang sangat dirasakan oleh masyarakat serta atas desakan sesepuh / tokoh masyarakat sekitarnya, akhirnya dengan keikhlasan hati yang tulus Pembina membuka diri dan mengajarkannya kepada siapa saja yang betul-betul berminat. Pada tanggal I April 1991 terbentuklah suatu organisasi seni beladiri yang membuka tiga cabang sekaligus dalam waktu yang bersamaan, yaitu Cabang Jukong, Cabang Kalisat, dan Cabang Jember. Guna mengenang dan mengingat hari yang bersejarah itu, organisasi ilmu seni beladiri do’a ini diberi nama “ Perguruan Seni Beladiri Silat Tiga Serangkai “ dan Desa Jukong ditetapkan sebagai Pusat Perguruan TS karena Pembina bertempat tinggal dan berdomisili di Desa Jukong, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan.
1 comment:
Assalamu'alaikum..... kang saya mohon izin ikut ngutip beberapa artikel, buat ngisi blog http://tigaserangkailamongan.blogspot.com sebelumnya saya sampaikan terimakasih
Post a Comment